Sabtu, 07 Maret 2009

gagasan

Membangun Persaudaraan Universal
By. Hendrikus Adam*

Akhir-akhir ini, wajah negeri kita diberbagai penjuru tampak semarak. Beraneka ragam jenis dan bentuk serta ukuran atribut berseliweran dimana-mana. Dari atrribut baliho iklan produk tertentu dalam ukuran kecil hingga besar. Bukan hanya itu, atribut peserta pemilu 2009 dalam berbagai ragam terpampang. Bendera partaipun menjamur. Tempelan stiker dalam berbagai bentuk dan juga ukuran mulai menghiasi berbagai tempat yang dianggap strategis. Akibat kondisi tersebut, panwaslu beserta aparat lainnya harus sedikit sibuk mengawasi proses persiapan hingga pelaksanaan pesta demokrasi kelak yang akan dihelat tanggal 9 April 2009.


Tua-muda, kaya-miskin, semuanya diberi ruang untuk mengapresiasikan diri dalam bursa sebagai calon yang menghendaki agar dipilih oleh warga. Bahkan upaya pencitraan melalui simbol-simbol etnisitas dan agama turut menghiasi penampilan setiap kandidat calon anggota baik dalam pemilihan DPRD maupun Dewan Perwakilan Daerah. Ada pula yang mencitrakan diri melalui poster sebagai orang yang nasionalis-pancasilais. Sangat beragam.

Terlihat indah saja karena memang semua yang muncul dipermukaan adalah orang-orang yang berasal dari latar belakang etnis, agama, asal dan lainnya yang memang beragam. Namun demikian, keindahan yang ditampilkan tidak cukup bila dalam kenyataannya dibeberapa tempat atribut yang dipasang masih ada yang terlihat sembraut. Demikian pula, tidak ada jaminan kalau upaya pencitraan yang dilakukan adalah sungguh-sungguh sebagai cermin dari sikap, tingkah laku dan komitmen dari sang kandidat. Sebaliknya, warga masyarakat kita tidak sedikit yang bingung dengan banyaknya caleg yang bermunculan. Terlebih dengan sistem pemilihan baru yang belum familiar bagi masyarakat kita. Fenomena menjelang penyelenggaraan pemilu sungguh pantastis untuk diamati. Apa yang kemudian dapat dipetik dari proses pemilu yang dalam waktu dekat bakal diselenggarakan?

Apa yang kemudian menjadi julul dari tulisan ini terinspirasi dari seruan pimpinan gereja Katolik Keuskupan Agung Pontianak Februari tahun 2009 melalui Surat Gembalanya bertajuk “Menyelamatkan Lingkungan Hidup” yang ditujukan untuk masa Prapaskah. Persaudaraan universal sebagaimana diwacanakan adalah jawaban dan harapan bersama yang harusnya membumi dalam hubungan antar pribadi tanpa membeda-bedakan latar belakang; agama, etnisitas dan lainnya.

Relevansi dan implementasi semangat persaudaraan universal (sejati) dalam konteks hubungan antar pribadi, kelompok/komunitas dan lainnya seringkali ternodai oleh karena munculnya sikap egoisme dan fanatisme yang berlebihan dari segelintir oknum. Sumbernya juga dapat beragam, baik dari pemaknaan keyakinan berlebihan yang cenderung sempit dengan menganggap kebenaran dari keyakinannya sebagai kebenaran mutlak, maupun dari upaya provokatif oleh oknum tertentu dengan menyeret persoalan etnisitas dan agama sebagai bumbu guna menarik simpati pihak tertentu untuk mendukung atau berpihak.

Pesta demokrasi limatahunan kali ini dengan berbagai persoalannya sedianya dapat dilihat dan dimaknai secara arif khususnya sebagai bagian dari upaya bersama segenap komponen untuk saling menghargai didalam keberagaman. Melalui sikap seperti ini, maka pemaknaan dari spirit persaudaraan universal yang menjadi cita-cita bersama kiranya dapat diwujudkan secara bersama pula dalam suasana saling menghargai, bahwa ada pihak lain yang tidak sama persis dengan kita.

Melihat kembali catatan diatas, maka pemaknaan dan upaya penyadaran diri atas realitas keberagaman yang hadir lebih nyata melalui kehadiran orang lain dengan keunikannya ditengah kita pantas diapresiasi, dihargai dan dihormati. Demikian pula manifestasi keberagaman yang ditampilkan melalui poster, atribut dan pakaian yang digunakan oleh setiap caleg penting untuk dimaknai sebagai bagian dari khasanah manusia sebagai makhluk yang memiliki budaya dan identitas masing-masing (keberagaman), namun tidak untuk diperdebatkan. Sebaliknya, atribut yang digunakan dengan simbol etnisitas dan agama tertentu kiranya bukan cerminan dari sikap egoisme dan fanatisme yang berlebihan dari sang caleg. Karena bila pola pikir seperti ini telah terpatri dalam diri sang caleg, maka masa depan keberagaman cenderung akan suram dan terancam.

Dalam upaya pemahaman keberagaman seperti ini, maka memang komitmen bersama setiap komponen anak bangsa dalam pelaksanaan pemilu mendatang, utamanya para caleg dan konstituennya untuk mengedepankan semangat kebersamaan dan persaudaraan universal menjadi keharusan. Lahirnya niat baik tersebut harus sejak dari awal dalam diri setiap pribadi yang ada. Pun demikian, dalam konteks pelaksanaan pemilu eksistensi kelompok yang memilih untuk tidak memilih (golongan putih) tetap harus dihargai. Kini menjadi kewajiban bersama setiap warga untuk menjaga pelaksanaan pemilu 2009 yang damai, saling menghargai dan bermartabat.


*) Ketua Presidium PMKRI Santo Thomas More Pontianak, Kalimantan Barat.

Tidak ada komentar: