Kamis, 24 Juli 2008

Catatan pojok

Taring Buntat Keramat?
Sebuah kisah pasca training CO....
Suatu ketika di bulan Juni akhir, beberapa hari lalu. Sabtu tanggal 28 Juni 2008 tepatnya. Seusai mengikuti Training Community Organizer (CO) di kawasan PP TAT Toho yang diikuti jaringan Early Warning System (EWS) dari tiga wilayah (Landak, Pontianak dan Sambas). Dalam perjalanan pulang menuju kota Pontianak, bersama seorang teman (Johari), saya lantas mampir di perjalanan untuk sekedar melepaskan dahagia. Minum menjadi tujuan kala itu. Sebuah warung kopi milik warga Tionghoa di kawasan Purun menjadi tempat persingahan. Di tempat ini, saya bersama Johari teman ku berlabuh untuk istirahat sejenak.

Tidak berapa lama sambil minum, seorang pria paruh baya menghampiri kami. Dengan sopannya, dia menyapa dan menawari rokok berbasa basi sebagai pintu masuk untuk memulai obrolan. Pria yang mengaku dari Ketapang itu lantas menanyakan Bus angkutan kota yang arah trayeknya ke Kapuas Hulu. Sang pria yang saya lupa namanya, mengaku akan ketemu sang bosnya di KH konon katanya akan menyerahkan sebuah benda aneh yang belakangan ku tahu adalah taring babi buntat berbentuk melingkar. Saya sempat kaget. Benda itu memang sangat aneh. Sebelumnya saya memang agak cuek pada laki-laki itu, namun kemudian obrolanpun berlanjut. Selang beberapa waktu kemudian, seorang bapak dengan pakaian serba hitam dengan topi khasnya mampir diwarung tempat kami mangkal senejak. Sang bapak pun terlibat obrolan.

Seorang bapak yang tidak kami tahu namanya itu pun mencoba berbasa basi, kemudian juga menyapa sang pria paruh baya yang awalnya menghampiri kami. Sambil ngobrol, kmaipun pelan tapi pasti terlibat percakapan hangat. Sang pria paruh baya itu lantas kembali membuka cerita mengenai kenapa dirinya akhirnya berada ditempat itu. Menurut keterangannya, dia (pria paruh baya) berasal dari salah satu kampung di Ketapang. Pekerja keras. Konon katanya dia bekerja pada seorang yang kini tinggal di Kapuas Hulu. Menurut keterangan pria paruh baya itu, dirinya bekerja menjalankan mesin “Sin Saw” di hutan ketapang. Kehadirannya yang “terdampar” di daerah sekitar kami mampir karena menumpang mobil truk dari Ketapang yang diturunkan disitu dengan harapan bahwa konon mobil Bus jurusan menuju Kapuas Hulu pada sore harinya ada ditempat itu. Sang pria paruh baya pun mulai membuka inti keperluannya. “Saya akan ke Kapuas Hulu mau ketemu bos saya, tempat saja bekerja untuk menyerahkan barang. Barang yang saya dapatkan saat kerja menebang kayu. Saya ingin minta tukar barang saya ini dengan mesin Sin Saw saja,” jelasnya. Apa barang yang dimaksud? Sang bapak yang sedari tadi bersama kami pun meminta kerelaan pria paruh baya itu mengeluarkan barang yang dimaksud. “Boleh saja, tapi jangan sampai dibilang sama yang lain,” pintanya. Seorang bapak dan pria paruh baya pun mengambil tempat berdekatan. Sementara saya dan Johari turut menyaksikannya. Sang pria paruh baya lantas mengeluarkan benda yang dimaksud dari saku depan celananya. Sebuah benda yang terbungkus plastik hitam itu ternyata sebuah taring buntat berbentuk melingkar. Aromanya memang sedikit aneh. Kamipun sedikit “terperangah” dengan pemandangan saat itu. “Sungguh sebuah taring yang memang berbentuk aneh, melingkar,” gumamku dalam hati.

Setelah menyaksikan pemandangan itu, sang bapak akhirnya turut penasaran. “Sungguh barang yang aneh. Bagaimana kalau kita tes saja. Biasanya barang yang asli, ditembak atau diapapun bakal tidak akan mempan. Tapi karena alat untuk menembak tidak ada disini, maka bisa dilakukan dengan cara lain,” tegas sang bapak meyakinkan. “Coba minta alat gunting atau alat lainnya,” tegasnya lagi.

Karena tidak dapat alat, sang bapak pun berinisiatif mencari ditempat lain. Dalam waktu yang tidak lama, sang bapak muncul dengan pisau silet bermata dua. Uji kesaktian taring buntat pun dimulai. Sang bapak mencoba dapat giliran paling awal yang memegang taring buntat. Saya diminta untuk mencukur rambutnya. Wah, luar biasa!!! Selagi taring masih dipegang bapak, ramutnya yang saya potong tidak mau putus. Tak satupun rambutnya yang gugur lantaran kena silet. Demikian sebaliknya. Saya kembali diminta memegang taring buntat, sementara rambut saya menjadi objek uji coba. Hal yang sama saya alami. Rambut saya tidak terputus saat bersamaan kala saya memegang taring buntat tersebut, dan terputus kemudian saat saya tidak memegang taring. Bukan hanya pada rambut, di pakaian dan bagian lengan pun tidak tergores sedikitpun. “Sungguh luar biasa!!!” pikirku. Pengalaman yang belum pernah saya alami. Pun demikian, saya masih tetap sadar. Pikiran rasionalku masih jalan. Usai uji coba, taring buntat dikembalikan pada sang pria paruh baya. Saya belum tahu apa yang terpikir Johari kala kami mencoba barang tersebut. Yang ku baca dari sikapnya, Johari saat itu sedikit kurang simpatik dengan gerak-gerik kedua pria yang bersama kami. “Jadi, bagaimana. Apa bapak maish tetap akan menukar barang itu dengan Sin Saw? Atau bagaimana saya bantu bapak untuk menjual barang itu. Dengan keaslian barang tersebut, dengan siapa saja akan mudah memasarkkannya. Bagaimana saya Bantu. Sekarang juga kita ke Landak. Kita juga ini seharga belasan Juta, kamu ikut saya. Bagaimana? Sebagai jaminan, kamu pegang hp saya ini dan sejumlah uang dulu,” pinta sang bapak meyakinkan.

Sang laki-laki paruh baya pun menolak dengan halus. “Maaf ya pak, bukan saya tidak mau. Tapi ya, terima kasih. Biar saya seperti ini saja,” jawabnya pria paruh baya lirih. Melihat kondisi demikian, sang pria pemilik taring butat mendekati saya. “Mas saya tadi memang sengaja tidak mau. Tapi barang memang harus dijaga. Kalau saya minta mas untuk menjaga-merawat barang ini, apa mas bersedia? Dan bila saya minta Bantu, mas ikhlas tidak? Tapi itu, jangan sombong, jangan sok, jangan ceritakan pada orang lain barang ini nanti. Bagaimana?,” pintanya kepada saya.