Senin, 28 September 2009

gagasan demokrasi



Legislatif Terpilih untuk Siapa?

By. Hendrikus Adam*

Hasil Pelaksanaan pemilihan umum anggota legislatif beberapa bulan lalu telah diketahui. Pihak penyelenggara “pesta rakyat” limatahunan disejumlah daerah (KPU) telah menetapkan para jawara pemilu, yakni mereka yang terpilih sebagai anggota legislatif (DPR) baik ditingkat kabupaten, kota maupun provinsi dan DPR RI di Senayan. Juga DPD RI perwakilan daerah yang juga bertugas di Ibu Kota negara. Di Kalimantan Barat, sejumlah legislatif terpilih untuk periode 2009 hingga 2014 telah melangsungkan acara rutin. Mereka telah dilantik. Dalam waktu dekat, DPRD Propinsi juga akan dilantik tepatnya pada tanggal 28 September bulan ini. Apa yang terjadi dengan proses yang telah maupun sedang akan berlangsung ini?

Acara pelantikan bagi kalangan legislatif adalah babak akhir dari proses pemilu yang telah dilewati dengan berbagai dinamika dan persoalannya. Banyak catatan yang mewarnainya. Sikap, tingkah dan ulah para kandidat wakil rakyat kala itu juga beragam. Rasa sedih, kesal, marah karena merasa diperlakukan tidak adil selanjutnya berujung pada trauma dan stress karena banyak waktu, biaya dan tenaga dikorbankan secara percuma namun tiada hasil. Tidak terpilih. Ada pula yang biasa-biasa saja meski tidak terpilih. Mereka yang seperti ini adalah orang-orang yang boleh dikatakan “dewasa” berpolitik. Mereka tergolong orang siap dan matang atas berbagai konsekuensi politik yang akan terjadi kemudian. Alhasil, menang dan kalah bukan menjadi persoalan. Mereka tampak enjoy aja.

Selanjutnya adalah mereka yang berhasil memenuhi perolehan suara yang disyaratkan konstitusi sehingga akhirnya terpilih dan kini dilantik, adalah orang-orang yang karena faktor yang kompleks, selanjutnya boleh merasa lega, senang dan gembira. Impian menjadi anggota legislatif (baik untuk pertama kali terpilih maupun yang kembali terpilih) setidaknya telah terwujud.

Setelah terpilih, selanjutnya apa yang akan dibuat? Tentu beragam motivasi yang melatarbelakangi para pemenang perorangan di pemilu tersebut. Ada kecenderungan diantaranya yang ikut-ikutan, adapula yang tidak ikut-ikutan. Namu tidak sedikit pula yang cenderung menganggap bahwa menjadi anggota legislatif sebagai lahan pekerjaan baru. Lantas, mereka dipilih sebagai anggota legislatif untuk siapa?

Jawaban atas pertanyaan ini ada pada mereka, para legislatif terpilih. Mereka dipilih melalui suara rakyat. Sebuah istilah lazim yang mengungkapkan bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan, sering kita dengar dialam demokrasi. Tapi apakah ini masih tetap relevan untuk saat ini? Keterwakilan rakyat memang syarat didalam pemaknaan istilah ini. Namun faktanya, tidak jarang kebijakan yang dibuat seringkali pula berbenturan dengan keinginan sejati rakyat.

Para legislatif hakikanya memang mereka yang merupakan representasi dari rakyat, wakil rakyat yang memilihnya. Oleh karena mereka dipilih secara langsung oleh rakyat, maka dukungan atas dirinya tidak dapat diganggu gugat sepanjang tidak tersangkut kasus hukum lainnya yang berakibat dapat membatalkannya sebagai legislatif terpilih. Laksana suara Tuhan, suara rakyat yang terkandung dalam istilah “suara rakyat-suara Tuhan” hendaknya pula dapat didengarkan. Dapat dijadikan petunjuk untuk mengambil tindakan, terutama yang terkait dengan fungsi legislasi (pembuatan kebijakan perundang-undangan), budgeting (penganggaran) dan kontroling (pengawasan) yang dimiliki.

Para legislatif terpilih hedaknya tidak tinggi hati, apa lagi besar kepala setelah terpilih. Mereka diharapkan rakyat banyak dapat benar-benar menjadi wakilnya yang dapat memberikan pelayanan prima untuk kepentingan warga sesuai tupoksi yang dimiliki.

Pelantikan yang telah dan akan dilangsungkan bagi para legislatif adalah babak lanjutan dari proses pengabdian yang membutuhkan keseriusan, keberanian, kejujuran, keterbukaan serta kesungguhan hati untuk memulai perjuangan bagi kepentingan warga banyak. Cerita seorang tim seleksi calon pimpinan legislatif kala itu dan cerita dari rekan-rekan saya mengenai masih banyak diantara para legislatif terpilih yang belum memahami tupoksinya baiknya tidak terjadi lagi. Keraguan terhadap kinerja para legislatif terpilih kiranya juga tidak terjadi lagi. Saatnya untuk berbenah diri dan melakukan yang terbaik untuk membekali diri. Selanjutnya, banyak tugas dan PR yang harus dilakukan terkait upaya untuk mensejahterakan rakyat terhampar luas di depan mata.

Sebagai salah satu komponen “filar demokrasi”, para legislatif diharapkan memiliki andil besar untuk melakukan perubahan dinegeri ini. Produk kebijakan populis menjadi prioritas harapan warga. Persoalan sumber daya alam; hutan, tanah dan air yang kini kian terberangus oleh keserakahan manusia melalui pertambangan, perambahan hutan secara illegal, pembukaan lahan perkebunan skala besar yang mengabaikan hak-hak masyarakat di perkampungan (masyarakat adat), kiranya juga dapat menjadi perhatian mereka, para wakil rakyat dalam memberi pertimbangan kepada pihak terkait lainnya Para wakil rakyat hasil pemilu 2009, kiranya adalah mereka yang sungguh-sungguh mau memberi hasil pengabdiannya yang terbaik bagi warga. Juga mau dengan sungguh-sungguh menghilangkan image negatif (syarat KKN, tidak berpihak, pemain proyek, dan sejumlah nada pesimis lainnya) terhadap mereka.

Bagaimanapun, warga tetap dan akan selalu berharap legislatif terpilih berpihak pada kepentingan seluruh rakyat. Karena bila ini tidak terjadi, maka sia-sialah ritual pelantikan yang disertai sumpah kesetiaan dengan menghabiskan biaya yang tidak sedikit jumlahnya itu. Dengan demikian, legislatif terpilih untuk siapa? Jawabannya hanya ada pada mereka, selanjutnya waktu yang akan membuktikan. Rakyat menunggu janji dan kesungguhanmu.

*) Penulis, Mahasiswa FISIPOL Untan, Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Pontianak.