Kamis, 09 Juli 2009

moment pilpres


Catatan Perjalanan dari Quick Count Pilpres di Jelimpo
By. Hendrikus Adam*

Genderang pemilu presiden untuk yang kedua kalinya kembali ditabuh pada Rabu, 8 Juli 2009. Pada moment kali ini, segenap rakyat Indonesia diberikan kesempatan untuk menyalurkan hak politiknya melalui pesta demokrasi guna memilih pasangan presiden dan wakil presiden periode lima tahun mendatang. Desa Jelimpo adalah satu dari sekian banyak tempat dinegeri ini yang secara bersama-sama telah menyelenggarakan pesta demokrasi ”Pilpres”. Apa dan bagaimana proses serta harapan warga setempat pada pemimpin yang akan datang? Berikut catatan Hendrikus Adam, Surveyor Quick Count CIRUS untuk Pilpres 2009 di Jelimpo, Kabupaten Landak.


Hari Selasa sore 7 Juli, saya baru bisa berangkat menuju tempat survey untuk quick count pilpres sebagaimana yang ditentukan sebelumnya melalui pertemuan di Borneo Tribune bersama H. Nur Iskandar, SP (Koordinator Wilayah Kalbar) dan Adrinof Chaniago yang juga Direktur CIRUS. Padahal jauh sebelumnya saya menargetkan untuk berangkat selambatnya Selasa pagi. Namun perjalanan keluar daerah baru saya lakukan sekitar pukul 15.30 wiba bertolak dari Kota Pontianak karena pagi hingga menjelang siang, saya melakukan aksi damai bersama di Bundaran Universitas Tanjungpura Pontianak bersama rekan-rekan aktivis OKP Cipayung Plus, yakni para aktivis organisasi (PMKRI, HMI, GMKI, GMNI, PMII dan KNPI Kalbar) dengan membagikan pamplet dibeberapa titik di sekitar Kota Pontianak. Adapun isi dari pesan pamplet dimaksud adalah menyuarakan pesan damai untuk penyelenggaraan pilpres tahun ini.

Perjalanan yang kurang bersahabat membuat saya dan rekan Hila Teguh yang turut serta denganku harus singgah dibeberapa titik manakala curahan gerimis terasa sungguh-dungguh menganggu. Di Desa Nusapati kami sempat singgah menunggu hingga hujan reda sambil menikmati minuman kopi hangat. Saat perjalanan untuk kemudian kami teruskan karena cuaca agak sedikit reda, gerimis kembali mengalir deras menghadang di sepanjang jalan di sekitar Galang. Pada pukul 16.30 wiba, di sebuah pondok penjualan nenas milik warga Galang, saya bersama rekan mampir untuk sekedar berteduh. Ditempat ini saya menjumpai Arifin (13) bersama tujuh orang temannya; Umal (14), Usman (12), Endrah (12), Sumaldi (12), Matsari (10), Hendri (13) dan Hasroni (15). Arifin dan kawan-kawannya adalah siswa di MEN Galang yang tinggal di Pondok Pesantren Asyura pimpinan Ustat Lutfhi. Dari pertemuan ini, kami bercerita banyak hal, mulai dari perkenalan hingga bercerita mengenai aktivitas sehari-hari. Bahkan salah satu diantara rekan Arifin sempat megupaskan nenas spesial bagi ku dan rekan. Saya begitu senang menerima ketulusan pemberian yang disampaikan meski dengan kondisi dingin. Saya juga akhirnya rangkul kesemuanya untuk bersama menikmati nenas yang telah dikupas. Ditempat ini saya bertahan agak lama sekitar 4 jam dan bahkan sempat memejamkan mata. Namun kemudian, perjalanan kembali diteruskan dengan meyusuri gelapnya malam. Gerimis yang tedinya mengalir ternyata seakan belum puas, guyuran gerimis kembali mengalir deras dalam perjalanan ketika saya bersama rekan mendekati desa Senakin, ditempat ini saya sempat santap malam sambil menunggu gerimis benar-benar berhenati. Kondisi alam saat iu benar-benar berkata lain. Perjalanan menuju Jelimpo kembali diteruskan dengan kondisi alam dengan gerimisnya yang kurang bersahabat.

Tiba di Jelimpo
Suasana subuh di hari Selasa, 8 Juli 2009 sekitar pukul 03.30 wiba kala penulis tiba di Desa Jelimpo tampak sepi. Tidak ada satu orangpun yang masih terjaga. Suasana angin malam berhembus sepoi diiringi rintik hujan gerimis yang tetap saja tercurah. Pakaian dan sepatu yang basah menambah dinginnya badan, belum lagi rasa trauma yang masih terngiang dalam ingatan kala terjatuh dari sepeda motor saat dalam perjalanan menuju lokasi survey bersama Hila Teguh (teman dari Jakarta) yang turut menemani keberangkatanku kali ini. Lobang yang ditabrak diperjalanan menjadi penyebab motor yang distir sang teman lantas “terkapar” saat itu. Luka lecet, lampu pecah dan rem tangan patah mewarnai tragedi malam itu. Syukur, kendaraan masih dapat dinyalakan. Pengalaman ini setidaknya kembali mengingatkan penulis saat melakukan survey dari lembaga yang sama untuk pemilihan legislatif beberapa waktu sebelumnya kala diterpa dinginnya gerimis karena kondisi cuaca kurang bersahabat. Hujan, sepatu dan pakaian basah senantiasa menjadi teman yang selalu ”setia” mewarnai perjalananku.

Sebelum tiba di Desa Jelimpo pagi itu (kemarin), saya bersama sang teman menyusuri malam hingga akhirnya memilih sebuah warung terbuka dan kosong diantara perkampungan di Jelimpo sebagai tempat persinggahan sekaligus tempat memejamkan mata untuk beberapa jam. Tak lama berselang seiring bergulirnya sang waktu, akhirnya pagi pun benar-benar tiba. Tanpa ada acara basuh muka saat yang bersamaan kala terbangun, saya langsung bergegas meninggalkan “tempat nginap dadakan” dan berharap untuk ”melaporkan diri” dengan menjumpai orang-orang yang diharapkan dapat memberi informasi. Pemerintah desa setempat menjadi salah satu target untuk dikunjungi. Namun, rencana bertamu ditempat Pak Kades setempat dibatalkan lantaran menurut keterangan sang isteri beliau masih terlelap tidur. Akan tetapi disebelah rumah beliau, persis disebuah warung minum, saya bersama teman sempat menikmati kopi panas sambil mengobrol dengan yang empunya warung. Hingga akhirnya usai ngorbol kamipun berlalu menuju tempat Johan Arifin di Jelimpo, masuk agak kedalam arah perkampungan Angan Tembawang. Beliau juga sebagai Ketua Kelompok Panitia Pemungutan Suara (TPS 140/TPS 1). Dari pak Johan, saat yang bersamaan lantas menemui Ajul, ketua PPS Desa Jelimpo yang juga selaku sekretaris desa setempat untuk melaporkan diri serta menggali informasi berkenaan dengan keperluan pemantauan terutama untuk menentukan TPS target dalam pemantauan yang saya lakukan.

Dari kedua orang tersebut, saya dapat memperoleh gambaran rencana pelaksanaan teknis khususnya informasi awal mengenai pemantauan proses Pilpres telah diperoleh. Berdasarkan informasi yang didapat, sedikitnya ada enam TPS di Desa Jelimpo yakni TPS 140 hingga TPS 145, dengan jumlah pemilih yang terdaftar sebanyak 1.864 (terdiri dari 839 pemilih perempuan dan 971 orang pemilih laki-laki). TPS yang disebutkan tersebar dibeberapa tempat yakni dua TPS di Dusun Jelimpo (TPS 140 dan TPS 141) dan masing-masing satu TPS di Dusun Tabi’, Dusun Sungai Raya, Dusun Tamang dan Dusun Kase. Berdasarkan DPT, keseluruhan pemilih khususnya di Kecamatan Jelimpo yang terdiri dari 13 Desa berjumlah sebanyak 17.457 pemilih yang terdiri dari 9.215 pemilih laki-laki dan 8.242 pemilih perempuan. Semuanya tersebar di 66 TPS yang ada.

Berdasarkan data acak Quick Count, dari enam TPS khususnya yang ada di Desa Jelimpo, TPS ke-3 (TPS 142) menjadi fokus pemantauan penulis yang persisnya berada di Dusun Tabi’. Lokasi pemilihan ini berada persis disebelah kiri jalan raya arah Kantor Camat Jelimpo. Ditempat ini, sebuah lokasi pemungutan yang ditata beratapkan terpal warna biru dan dikelilingi semak. Disamping TPS berdiri pula warung warga untuk berjualan minuman. Adalah Siom, ketua KPPS bersama tim dan sejumlah orang berseragam warna hijau (hansip) menyambutku dengan penuh tanya. Siapa gerangan? Pertanyaan ini tersimpul dari benakku saat semua pasang mata orang-orang kala itu tertuju pada saya yang hadir memang lebih awal dari jam yang dijadualkan? Mereka sedang bersiap untuk sebuah acara besar dinegeri ini.

Rasa penasaran Siom beserta tim KPPS dan juga warga yang telah datang lebih awal sontak cair disaat yang bersamaan saya lantas menyampaikan salam, menyapa dan menghampiri mereka mengulurkan tangan untuk bersalaman. Saya menghampiri Siom dan saat itu mulai memperkenalkan diri. Ia menyampaikan informasi mengenai waktu pencontrengan yang akan berlangsung mulai pukul 08.000 wiba hingga 13,00 wiba. Di TPS ke-3 ini juga dijelaskan sebanyak 317 pemilih yang terdaftar di Daftar Pemilih Tetap. Bekal kartu identitas, surat tugas dan sertifikat akreditasi sebagai seorang relawan pemantau untuk Pilpres yang di tugaskan di Desa Jelimpo saat itu, menjadi senjata ampuh bagiku untuk memperkenalkan maksud dan tujuan kehadiran ditempat itu. Demikian pula melalui bahasa daerah yang saya gunakan, juga terasa sangat membantu untuk kemudian dapat diterima dengan baik. Seperti layaknya tamu, Siom dan tim beserta warga setempat merasa senang dengan kehadiran saya dan rekanku Hila Teguh. Ditempat ini, dengan cuaca yang akhirnya bersabat memungkinkan bagi saya untuk menjemur sepatu dan kaus kaki yang masih basah. Sejak saat itu dalam proses pemantauan, saya untuk sementara tidak menggunakan alas kaki.

Dipilih Mirip Ibas?
Suasana jelang detik-detik pemberian hak suara, Siom dan tim KPPS tampak sibuk menandatangani kartu suara untuk dicontreng. Saat yang bersamaan warga setempat berduyun mulai berdatangan. Tepat pukul 08.00 wiba, pencontrengan di TPS ke-3 pun dimulai. Warga yang melakukan pencontrengan telihat telah biasa memberikan hak suaranya. Pembelajaran pemilu legislatif setidaknya telah memberikan pengalaman berharga di pilpres kali ini. “Dalam setiap pemilu, di TPS yang kita tangani sih berdasarkan pengalaman tidak pernah terjadi hal yang kurang diinginkan, semuanya berjalan baik,” jelas Siom suatu ketika.

Pada saat yang bersamaan saat berlangsungnya pemberian suara, sebagai pemantau saya memilih berada diluar arena pemilihan. Sambil memantau, saya juga telah menyiapkan bahan survey untuk melakukan wawancara bersama empat responden yang masing-masing dua orang pemilih perempuan dan dua orang pemilih laki-laki. Proses waktu wawancara dilakukan sesuai waktu yang telah ditentukan berdasarkan hasil acak. Sambil mengikuti proses ini, saya berupaya mencoba untuk berkomunikasi seperlunya untuk sekedar meminta informasi dengan koordinator daerah Kalbar untuk Quick Count, H. Nur Iskandar, SP yang juga Pimred Harian Borneo Tribune.

Sejauh pengamatan penulis, proses pemberian di TPS ke-3 di Tabi’ ini berjalan lancar, meskipun didalam prosesnya masih terlihat warna lain yakni adanya pemilih yang menggunakan baju kaos pasangan calon tertentu, dan adanya pernyataan spontan dari salah seorang yang meniru slogan pasangan capres dan wapres tertentu pula dengan nada guyonan.

Sekitar pukul 10.30 wiba keatas, suasana di TPS Tabi’ terlihat mulai sepi pemilih. Petugas yang sedari awal terlihat sibuk, tampak mulai berkurang aktivitasnya. Bahkan menjelang siang, petugas TPS setempat sempat istirahat dan baring-baring disekitar TPS menanti hadirnya calon pemilih. Pemilihan kali ini memang berlangsung cepat bila dibandingkan pemilu legislatif sebelumnya yang cukup memakan waktu yang lama. Hingga akhirnya tepat pukul 13.00 wib, petugas TPS akhirnya memutuskan untuk menutup peluang bagi calon pemilih memberikan suaranya dan melanjutkan penghitungan suara. Dalam proses pemilihan hingga penghitungan, disamping dihadiri oleh pemilih, petugas KPPS, pemantau, pengawas, juga hadir dari aparat kepolisian, Robi Novika staf lakalantas Polres Landak. Ketiga saksi masing-masing pasangan calon yakni Paulus (saksi pasangan capres nomor urut 1), Parmadi (saksi pasangan capres nomor urut 2) dan Musiyanto (saksi pasangan capres nomor urut 3).

Berdasarkan hasil penghitungan suara di TPS ke-3 Desa Jelimpo ini, pasangan Mega-Prabowo unggul atas kedua kandidat lainnya dengan masing-masing perolehan suara berdasarkan nomor urut yakni Mega-Pro 167 suara, SBY-Boediono 72 suara dan JK-Wiranto hanya memperoleh sebanyak 7 suara. Total suara sah di TPS 142 ini sebanyak 246 dari 317 pemilih yang terdaftar dalam DPT. Berdasarkan keterangan Siom, Ketua KPPS setempat, dalam proses pemilihan tidak satu orangpun pemilih yang menggunakan KTP sebagaimana telah diumumkan Mahkamah Konstitusi terkait pemberian suara oleh warga yang tidak mendapat undangan untuk memilih.

Hal menarik yang penulis temui saat melakukan pemantauan di TPS ke-3 (TPS 142) ini adalah ketika penulis melakukan wawancara dengan seorang reponden untuk meminta komentarnya atas pemimpin muda yang dianggap layak memimpin bangsa ini kedepan. Dari puluhan nama yang tertera dalam media peraga yang saya tunjukkan kepada sang responden, ia dengan spontan menunjuk sosok nomor urut 8, Edhi Baskoro Y alias Ibas, yang adalah anak kandung dari Presiden SBY. Alasan yang disampaikan singkat dan saya bisa pahami para tokoh muda yang disodorkan belum dikenalnya. “Saya memilih yang ini karena tampak ceria, dan mirip dengan kamu. Jadi saya pilih yang ini,” jelasnya sambil tersenyum.

Pasangan Mega-Pro Unggul di Jelimpo
Pemilihan presiden beberapa waktu lalu berakhir damai di bumi Jelimpo. Di enam TPS Desa Jelimpo berdasarkan catatan perolehan suara, Pasangan Mega-Pro unggul atas pasangan SBY-Boediono dan JK-Wiranto dengan perolehan suara masing-masing sebanyak 1.002 suara, 400 suara dan 63 suara. Dari perolehan dimaksud, sebanyak 1.465 suara sah dari 1.846 DPT, 35 suara tidak sah sedangkan sisanya pemilih tidak hadir. Ketidakhadiran beberapa diantara pemilih menurut Yulianus Kaji yang juga sekretaris Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Jelimpo dikarenakan masih ada warga yang memanfaatkan hari libur tersebut untuk bekerja. Secara khusus, Kaji menilai proses pilpres kali ini berjalan baik dan tidak ada masalah bila dibandingkan dengan pemilu legislatif sebelumnya.

Sama halnya di seluruh Kecamatan Jelimpo, pasangan Mega-Prabowo tetap mengungguli pasangan kandidat lainnya. Berdasarkan penghitungan suara yang dilakukan hari ini (kemarin, 9/7) pasangan yang dijagokan PDI Perjuangan-Partai Gerindra ini memperoleh sebanyak 10.645 suara, kemudian menyusul pasangan SBY-Boediono yang diusung gabungan Partai Demokrat 3.303 suara dan Pasangan JK-Wiranto diusung Partai Golkar sebanyak 323 suara. Total suara sah dalam pilpres di daerah ini yang terdiri dari 13 desa (Jelimpo, Kayu Ara, Tubang Raeng, Pawis, Dara Hitam I, Balai Peluntan, Mandor Kiru’, Papung, Sekais, Nyin, Kersik Belantian, Temahar dan Angan Tembawang) sebanyak 14.271 suara. Berdasarkan keterangan Kaji, sekretaris PPS Desa Jelimpo hasil perhitungan suara di Kecamatan Jelimpo baru akan di plenokan tanggal 11 Juli 2009 besok.

Harapkan pemimpin pro Rakyat
Usai mengikuti pemilihan, saya berkesempatan untuk sekedar berbincang dengan sejumlah warga. Meskipun hasil pilpres didaerah tersebut telah dapat ditebak pemenangnya, namun warga terlihat biasa saja. Tidak seperti pileg lalu. Namun demikian bukan berarti warga tidak punya harapan atas pemimpin hasil Plpres kali ini. Bagaimana sebenarnya harapan warga khususnya para pemilih kandidat masing-masing capres dan cawapres?

Adalah Suparto (25), salah seorang saksi pasangan Mega-Prabowo di daerah Jelimpo. Ia mengaku telah memilih pasangan nomor urut pertama pada pilpres yang baru dilangsungkan. Menurut pemuda asal Menjalin ini, dirinya memberi dukungan atas pasangan Megawati-Prabowo tidak terlepas atas sosok figur Cornelis, Ketua PDIP Kalbar yang juga Gubernur Kalbar. “Saya memberi dukungan karena figure Gubernur Kalbar, Cornelis,” jelasnya.

Meski memilih pasangan Mega-Prabowo, Suparto mengaku akan menerima hasil pilpres sekalipun pasangan yang dijagokannya belum beruntung. “Ada baiknya kita dapat menerima apapun yang terjadi, karena mereka hanya mempunyai hal untuk memilih dan tidak punya kewajiban untuk membatasi kepemimpinan seseorang. Harus saling menerima dan mendukung pemerintahan yang akan terpilih nanti. Siapapun yang terpilih nantinya saya berharap mereka bisa melanjutkan program pembangunan yang pro kepada masyarakat, jangan pula sampai mengabaikan pasangan kandidat lainnya, karena setidaknya mereka telah menjadi tohoh yang baik dari sekaian banyak warga negeri ini untuk menjadi calon. Pemimpin kedepan hendaknya dapat merangkul yang lainnya,” pintanya.

Lain Suparto, lain pula Hari Uten Sigon (70), warga Tubang Raeng, Kecamatan Jelimpo Kabupaten Landak. Dari pengakuannya saat bertandang di rumahnya, bapak sembilan anak ini mengaku sangat tertarik dengan figur seorang SBY sebagai seorang yang kalem dan berwibawa dimatanya. Pertimbangan lainnya menurutnya, SBY orang yang jujur, apa adanya, tidak emosional dan sosok yang nasionalis. Ia berharap bila SBY terpilih agar Indonesia lebih kuat persatuannya. Ia juga berharap agar pemimpin kedepan benar-benar memperhatikan peningkatan SDM dan mampu mengangkat derajat kehidupan ekonomi masyarakat. “Bila keduanya ini bisa diwujudkan, maka persoalan lainnya akan turut lebih baik,” jelasnya.

Meskipun Uten mengaku telah memilih pasangan SBY-Boediono dalam pemilihan presiden beberapa waktu lalu, namun pemikiran kritis dari sosok yang pernah menempuh pendidikan hingga tamat SR ini sangat bersemangat membincang program yang telah dilakukan pemerintahan selama kepemimpinan SBY sebagai presiden. Umumnya program yang dilakukan baik, namun demikian Uten mengaku sangat tidak setuju dengan program pemberian subsidi BLT. Ia berharap, bila SBY terpilih program BLT agar tidak diteruskan. “Hanya program BLT yang saya tidak setuju, menghambur-hamburkan uang. Caranya tidak baik dan tidak mendidik. Membuat orang malas dan menadah tangan. Uang dimanfaatkan sebaik mungkin untuk orang-orang yang benar-benar memerlukan, jangan dihamburkan begitu saja. Buatlah program yang bisa dipergunakan lama oleh masyarakat. BLT tidak boleh dilanjutkan,” harapnya.

Pun demikian, bagi Uten siapapun yang akan terpilih kedepan tidak menjadi persoalan. ”Siapapun jadi kepala negara boleh saja, kita akan menerimanya dan saya tetap menjadi rakyatnya. Siapa yang jadi presiden saya tetap rayatnya dan akan berusaha mengabdi sesuai peran saya,” terangnya.[]