Rabu, 15 Agustus 2007

Sumber Air Empat Binua Terancam?

Warga Sadaniang Tolak Pertambangan
by. Hendrikus Adam BR


Adanya keinginan pihak investor untuk mengelola kekayaan dan potensi sumberdaya alam khususnya dalam bidang pertambangan dikawasan sumber air empat binua yang terletak di Dusun Untang, Desa Pentek, Kecamatan Sadaniang, Kabupaten Pontianak disambut baik oleh pemerintah daerah Kabupaten setempat. Buktinya Pemerintah daerah seperti dikatakan Paulus Lano, Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kecamatan Sadaniang, telah mengeluarkan surat bernomor 458/12/2006 dalam rangka melakukan penyelidikan umum potensi pertambangan sebagai bagian proses awal upaya yang merngarah pada eksplorasi dan eksploitasi.


Hal tersebut juga setidaknya dipertegas kembali oleh Bupati Pontianak Agus Salim dalam kunjungannya di Dusun Untang beberapa waktu lalu yang mengatakan sangat mendukung investor masuk didaerah tersebut dan meminta agar warga tidak menghambat kontraktor yang akan bekerja. Dimana menurut Agus Salim, kekayaan sektor pertambangan merupakan anugerah Tuhan kepada kita.

Keinginan tersebut pula dibenarkan oleh Kadis Pertambangan dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Pontianak Marcel Marcellus. Dikatakan, bahwa saat ini masih dalam tahap pengkajian yang telah melakukan penyelidikan umum melalui dua perusahaan masing-maisng PT ANTAM untuk pertambangan Bauksit wilayah Toho, Anjungan dan Menjalin, dan PT Elga Astajaya di wilayah Kecamatan Sadaniang tepatnya di Dusun Untang yang dinilai masih dalam tahap sosialisasi. PT ANTAM seperti dikatakan masih baru. Menurut Marcel potensi pertambangan itu ada, tapi belum diketahui hasinya secara maksimal. Potensi tersebut khususnya di Kecamatan Sadaniang diantaranya tembaga, emas dan mineral lainnya. ”Ada satu hal yang menjadi persoalan disini karena ada hasil keputusan masyarakat adat untuk sementara mereka dikawasan Sadaninang belum menerima. Hasil keputusan Bahaupm Enek Forum Komunikasi Masyarakat Adat (FKMA) itu belum menerima tambang dan kebun (sawit). Namun kalau memang masyarakat dengan adanya sosialisasi yang dilakukan oleh pihak swasta maupun pemerintah ternyata bisa memahami bahwa potensi tambang ini diberi kesempatan untuk dilakukan kegiatannya, maka keputusan dari FKMA ini tentu harus di anulir dahulu/diulang kembali kesepakatannya,” jelas Marcel.

Menyikapi hal tersebut, Ketua DAD Kecamatan sadaniang, Paulus Lano mengaku berkomitmen untuk menolak rencana pertambangan tersebut. Ia juga membenarkan adanya keputusan FKMA yang menolak adanya upaya eksploitasi. Kebutuhan warga setempat sebenarnya menurut Lano menginginkan adanya pemekaran wilayah desa, sementara yang memutuskan untuk diterima atau tidak ditegaskan mesti berangkat dari warga setempat.

Hal sama ditegaskan Timotius Fachrudin, Timanggong Binua Ngabakng. Menurutnya sebagai pengurus adat jelas menolak adanya upaya eksplorasi maupun eksploitasi. ”Kami tidak setuju dengan alasan bahwa pertambangan ini dimana-mana merusak. Terutama 26 pintu air yang sangat kami jaga disini dalam empat binua (Binua Manur, Sangkikng, Ngabakng, Pa’ Nungkat) ini. Sumbernya disini semua. Makanya kalau khusus pertambangan dibukit ini kami jelas-jelas seluruh masyarakat itu menolak. Kepada seluruh masyarakat agar selalu satu suara atas apa yang tidak kita ingini seperti upaya eksploitasi,” jelasnya dengan nada tegas.

”Saya sangat tidak setuju dan tidak terima. Karena apa, saya sayang dengan keramat dan sayang dengan tempat lahir ku disini dan sayang dengan masyarakat yang banyak. Nanti kami disini entah gimana jadinya pada masa yang akan datang, karena tiap-tiap PT ini ada jat-jat kimia yang digunakan dan akhirnya bisa berdampak bagi masyarakat luas. Yang lebih baik mestinya saat mau buka perusahaan ini harus konsultasi dulu dengan masyarakat di kampung ini, jangan sembarangan keluar melakukan kegiatan. Ini tiba-tiba keluar, kami sebagai warga masyarakat dibelakangi. Mestinya suara masyarakat harus diidengar, ini, terus terang saya menolak, karena bagaimanapun saya tidak terima,” sambung Tarahan, Panyanakng Binua 7 (tetua warga setempat).

Ketua FKMA, Sucipto juga secara tegas menyampaikan kesepakatan hasil Sidang Bahaupm Enek yang dilaksanakan Maret 2007 yang menolak adanya upaya eksploitasi karena menurutnya akan merusak keseimabngan alam bagi masyarakat Sadaninag serta akan merusak bukit keramat yang mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi dan merupakan simbol harga diri mereka. ”Nah selain bukit yang ada ini adalah sumber air, lalu hutan lindung kami disini, ini juga tempat keramat. Sedapatmungkinlah daerah ini harus dihijaukan. Makanya dalam ketetapan yang lain kami silahkan investor yang masuk dibidang lain, misal seperti karet,” tegasnya.
”Kalau pembangunan secara umum tentu warga mendukung, tapi khusus tambang masih tanda tanya dimana sebenarnya warga belum merestui,” jelas M. Manaf.