Sabtu, 19 Februari 2011

Proficiat untuk Jiwa Besar Pak Tamrin Amal Tomagola


By. Hendrikus Adam

Berawal dari pemberitaan di media yang mengutif pernyataan Prof. DR. Tamrin Amal Tomagola saat menjadi saksi ahli dalam kasus Sidang Video Aril cs di Pengadilan Negeri Bandung 30 Desember 2010 silam, dinamika respon masyarakatpun menyeruak. Sejumlah kalanganpun akhirnya merespon isi pemberitaan di media kala itu. Warga Dayak khususnya melakukan sejumlah protes di Pulau Kalimantan. Tidak terkecuali di Kalimantan Barat.

Tanggal 8 Januari 2011, menjadi puncak dari rangkaian protes sebagian masyarakat Dayak di empat provinsi Kalimantan. Bahkan juga dilangsungkan aksi di Ibu Kota Negara hingga dua kali. Respon dari aksi ini, pihak Pak Thamrin kemudian menyatakan kesanggupannya untuk memenuhi “sanksi” adat. Maka kemudian digelarlah ritual adat untuk memulihkan keadaan yang dilangsungkan di provinsi Kalimantan Tengah.

Pak Thamrin Amal Tomagola sebagaimana diberitakan sejumlah media datang dilokasi bersama pihak keluarga. Kawan-kawan media lokal, nasional dan bahkan internasional beramai-ramai datang ingin menyaksikan peristiwa tersebut. Warga masyarakatpun ramai datang. Juga hadir perwakilan komunitas masyarakat Dayak di empat provinsi di Pulau Kalimantan.

Ditengah berlangsungnya ritual adat, suasana haru membahana. Ritual adat menjadi hal yang menarik sebagai bagian dari puncak untuk memulihkan situasi. Jiwa besar, penghormatan dan ketulusan menyampaikan maaf patut diapresiasi. Terlepas dari nilai sanksi dan lokasi pelaksanaan kegiatan ini, sikap dan langkah Pak Tamrin untuk memenuhi (sanksi) Adat yang ditimpakan padanya adalah sebuah wujud penghargaan tinggi yang bersangkutan terhadap (hukum) Adat dan nilai-nilai luhur yang diyakini masih hidup dalam setiap diri dan komunitas manusia Dayak. Dengan demikian, kondisi ini juga sebagai bentuk penghargaan terhadap eksistensi Masyarakat Adat dan nilai-nilai luhur yang diyakini masih dihidupi termasuk (Hukum) Adat itu sendiri.

Sikap elegan yang telah ditunjukkan dengan keberanian menyampaikan maaf adalah wujud dari kebesaran jiwa sebagai manusia yang bermartabat. Demikian pula ketulusan dalam memaafkan tentu menjadi nilai luhur yang juga tentu ada pada setiap diri manusia, termasuk manusia Dayak. Pelajaran yang patut dipetik dari peristiwa ini adalah pentingnya sistim nilai yang berlaku dalam setiap komunitas manapun sesuai dengan kekhasannya untuk tetap dijaga, pertahankan dan di hargai sebagai bagian dari khasanah budaya bangsa. Semangat dan penghargaan atas adat dan sistem nilai yang ada memang harus lahir dari komunitas masyarakat itu sendiri, karena dengan demikian akan sangat mungkin dihargai oleh orang lainnya.

Fenomena yang baru saja terjadi adalah bagian dari tantangan dari hidup berbangsa dan bertanah air yang harus direspon secara positif untuk semakin menyadari bahwa sesungguhnya kita hadir dengan sisi dan warna yang beragam. Karenanya, sikap tulus dan egaliter harus menjadi dasar dalam menghadapi realita atas kecenderungan yang mungkin saja terjadi hal yang keliru.
Fenomena yang terjadi hendaknya dapat menjadi refleksi pula bagi kita untuk dapat lebih jeli melihat persoalan rill yang sungguh dihadapi dan ada didepan mata saat ini. Termasuk persoalan terkait dengan keberadaan masyarakat adat pada umumnya terkait dengan perampasan dan pengabaian hak atas kawasan kelola sebagai dampak dari kebijakan pembangunan.

Akhirnya, kita punya tanggungjawab sama untuk melahirkan diri dan setiap pribadi sebagai manusia yang bermartabat dengan tetap mengedepankan semangat perdamaian dalam keberagaman. Penghargaan terhadap Adat dan nilai-nilai yang ada di suatu komunitas manapun menjadi penting. Demikian pula jiwa besar dan sikap tulus khususnya dalam menyampaikan maaf untuk tujuan yang lebih baik menjadi penting dimiliki. Atas jiwa besar dan kerendahan hati seorang Prof. DR. Tamrin Amal Tomagola untuk menyampaikan maaf dan mengakui Adat yang dijalain, saya sampaikan terima kasih, salut dan proficiat.

*) Hendrikus Adam, Ketua PMKRI Pontianak periode 2008-2009.