Kamis, 16 Agustus 2007

Catatan Perjalanan dari Negeri Cendrawasih


By. Hendrikus Adam BR

Panas terik sang surya Sabtu kala itu terasa menyengat. Saat dimana angka tanggal dibulan November masih dipertengahan lewat tiga hari (18 November 2006). Tepat pukul 14.50 Wib, dua orang diantara para penumpang pesawat Sriwijaya Airlines jurusan Pontianak-Jakarta meluncur meninggalkan Bandara Supadio menuju kota Metropolitan, Jakarta. Jarak yang begitu jauh, bukanlah menjadi halangan bagi Si Burung Besi untuk menjangkau Ibu Kota Negara dengan waktu yang relatif singkat, hanya berselang sekitar 1 jam 15 menit. Pukul 16.05 wib, dua sosok yang adalah aktivis salah satu OKP yang berkantor di Jalan Imam Bonjol Nomor 338 Pontianak tersebut tiba dibandara Sukarno-Hatta bersama penumpang lainnya.


Dalam waktu yang bersamaan, keduanya lantas keluar bandara mencari alat angkot. Dalam perjalanan keluar bandara, keduanya sempat bersua dengan salah satu pejabat teras Negeri Intan (Adrianus Asia Sidot), yang pada saat itu juga menumpang dalam pesawat yang sama. Tangan kamipun sempat bersalaman. Sambil berjalan, diluar bandara para penyedia jasa angkutan tampak siap menyambut setiap orang yang akan meninggalkan bandara. Kedua pemuda yang sedari tadi akhirnya keluar juga. Dari kejauhan senyum manis dengan gaya sopannya, tampak dari seorang bapak paruh baya yang adalah penyedia jasa angkut menghampiri dan menawarkan jasa. Tanpa banyak “bacot”, keduanya lantas mengiyakan menerima tawaran karena tak mau menunggu lama, lalu keduanya dibawa menuju kendaraan angkut. Bersama mobilnya, sosok bapak yang belakangan adalah orang Manado menghantar dua sosok pemuda asal West Borneo menuju kawasan Menteng, Jakarta Pusat, tempat persis dimana Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) bermarkas. Pukul 16.45 Wib, mobil sewaan itu pun terparkir, persis didepan Yayasan Margasiswa Jalan Samratulangi No. 1, Jakarta Pusat.

Ditempat tersebut, rupanya para rekan yang juga aktivis organisasi yang sama diantaranya telah tiba beberapa hari sebelumnya. Tempat ini menjadi tempat transit para kader “pengemban amanat rakyat” dalam perjalanannya yang akan mengikuti kegiatan skala nasional di bagian Timur Tanah Air, yakni Negeri Cendrawasih, Provinsi Papua.

Sambil mengupayakan tiket keberangkatan selanjutnya, keduanya harus tinggal selama 2 hari tiga malam. Sehari setelah kedatangan di Jakarta, dua pemuda (Anong-Danus) yang juga dari bumi Khatulistiwa, Delegasi PMKRI cabang Sintang pun datang. Keesokan harinya, kembali datang dua orang berikutnya Oce dan Dodik, yang juga dari Bumi Khatulistiwa, satu induk organisasi dengan kedua aktivis yang belakangan adalah delegasi PMKRI Sanctus Thomas More, Cabang Pontianak.

Selasa (21/11) pukul 04.00 Wib, keempat orang delegasi asal West Borneo (kecuali Oce-Dodik) harus bangun lebih awal mempersiapkan diri menuju Bandara Soekarno-Hatta. Bersama para kader perhimpunan lainnya, tepat pukul 05.00 wib si Burung Besi milik groupnya Merpati Airlines yang ditumpangi pun meluncur menuju Tanah Papua. Dalam perjalanan tiga jam kemudian, tepatnya pukul 10.00 WITA (08.00 WIB) pesawat yang ditumpangi mendarat untuk transit sejenak yang pertama kalinya di Bandara Sultan Hassanudin, Makasar. Selang 40 menit beristirahat, dengan pesawat yang sama rombongan kembali terbang dan kembali mendarat untuk transit di Bandara Timika, Papua sekitar pukul 11.30 WITA. Di Timika, para penumpang rehat selama kurang lebih tiga puluh menit di dalam pesawat. Dari bandara Timika, si Burung Besi kembali terbang “menggendong” para penumpang selama 50 menit menuju Jayapura. Tepat pukul 14.50 WITA (12.50 Wib), akhirnya keempat delegasi Kalbar bersama anggota perhimpunan lainnya tiba di Bandara Sentani, Tanah Papua.

Dibandara Sentani, rombongan aktivis kala itu harus menunggu jemputan panitia. Selang tiga puluh menit kemudian, dua buah kendaraan roda empat yang dibawa Panitia siap menjemput. Rombongan yang adalah peserta yang akan mengikuti Kongres Nasional dan Majelis permusyawaratan anggota (MPA) PMKRI akhirnya tiba dilokasi kegiatan (Gedung Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan/LPMP) sekitar pukul 16.05 WITA setelah melewati 45 menit perjalanan. Dalam perjalanan menujud gedung LPMP, pemandangan alami disekitar tepian Danau Sentani terlihat indah. Di lokasi kegiatan, rupanya telah tiba para delegasi lainnya. Kedatangan delegasi Kalbar dan rombongan memang sedikit terlambat, karena pada saat itu pula adalah hari pertama kegiatan pembukaan Kongres yang dijadwalkan hingga enam hari kemudian (26/11) sesuai jadwal panitia. Di Gedung LPMP, kedua rombongan khusus PMKRI cabang Pontianak di tempatkan pada lantai II atas ruang GURU, kamar ke empat sebelah kanan arah kiri.

Usai istirahat, mandi dan makan malam, pertemuan untuk kongres dengan materi seminar kembali dimulai setelah sebelumnya juga digelar ditempat yang berbeda pasca pembukaan Kongres dan MPA. Kongres dimalam pertama terasa kurang menarik, karena memang sepertinya panitia kurang siap. Namun setelah keesokan harinya dan seterusnya, kegiatan kongres boleh berjalan lancar. Hari ketiga setelah kongres, kemudian dilanjutkan dengan agenda baru yakni sidang Majelis Permusyawaratan Anggota (MPA) PMKRI yang ditandai dengan Sidang Kehormatan oleh Pengurus Pusat PMKRI Santo Thomas Aquinas periode 2004/2006 yang akan menyudahi masa jabatannya.

Pasca sidang pembukaan, pengurus pusat mengambil alih acara guna memandu jalannya sidang MPA. Pembahasan tatib sidang menjadi agenda awal saat itu, kemudian menyusul pembahasan agenda berikutnya seperti pembahasan agenda sidang, pleno komisi, ... LPJ KP PMKRI 2004-2006, laporan Badan Pemeriksa keuangan (BPK), pemilihan BPK dan pemilihan Mandataris RUAC, Penetapan tempat Rakernas dan Tempat MPA berikutnya.

Selesai pembahasan agenda, sidang terus berlanjut dengan diwarnai penggantian pimpinan sidang pada setiap pergantian agenda sidang. Menjelang agenda penyampaian LPJ KP, dilakukan pemilihan panitia Ad Hoc sebagai unsur pimpinan sidang yang memutuskan Anong (Cabang Sintang, Sebastianus (Cabang Denpasar) dan Agustinus(Cabang Sorong) masing-masing sebagai anggota, ketua merangkap anggota dan sekretaris merangkap anggota.

Dalam sidang yang dikomandoi kawan-kawan Ad Hoc, berbagai agenda seperti LPJ dan laporan BPK sempat terlewati dengan lancar meski diwarnai dengan perdebatan yang cukup alot. Demikian pula dalam pertengahan pemilihan Mandataris MPA. Pada proses ini, pemilihan dilakukan dengan voting tertutup melalui dua tahapan pemilihan yang dilakukan oleh sedikitnya 55 Cabang memberi hak suara, termasuk cabang yang dimandatkan. Jumlah suara diputaran pertama diperebutkan oleh tujuh kader perhimpunan yang memastikan diri maju sebagai kandidat diantaranya Lamhot Simanulang (cabang Bogor), FX. Aripadi Budiarjo (cabang Semarang), Bartolomeus Jematu (Cabang Jakarta Timur), Hironimus Hilapok (cabang Jayapura), Marvin Sadipun Komber (Cabang Fak Fak), F. Asisi Sutan Bonamora (Cabang Palembang) dan Bonivasius Jebarus (cabang Sumedang). Dari ke-55 suara, masing-masing kandidat memperoleh suara; 3, 8, 14, 15, 9, 4, dan 1 suara untuk calon terakhir. Untuk satu suara di putaran pertama dinyatakan abstain.

Karena pada putaran pertama, tidak satu pun diantara kandidat yang berhasil memperoleh diatas 28 suara sebagaimana disepakati sebelumnya oleh forum MPA, maka akhirnya dilanjutkan dengan putaran kedua dengan dua orang kandidat (Hironimus Hilapok dan Bartolomeus Jematu) pemilik suara pertama dan kedua terbanyak dinyakan berhak maju untuk bersaing pada putaran selanjutnya.

Saat-saat yang menegangkan pada putaran kali ini bagi para kandidat, yang akhirnya harus dimenangkan oleh Bartolomeus Jematu dengan perolehan suara persis sama sebagaimana putaran pertama dengan selisih satu suara, masing-masing 28 suara dan 27 suara. Pada saat bersamaan, belum sempat disyahkan dalam sebuah ketetapan siding MPA oleh pimpinan sidang, kemenangan Tomi (sapaan akrab Bartolomeus Jematu) diharuskan menghadapi ujian. Massa pendukung Hironimus Hilapok seketika meluapkan aspirasi sebagai bentuk rasa kurang puas atas kekalahan tipis kandidat yang mereka jagokan. Ruang siding seketika ‘pambar’/chaos dan terhenti sementara. Meja, kursi dan berkas tampak masih berserakan, sementara diantara peserta sidang panik berusaha menghindari kericuhan. Ad Hoc pun kabur tanpa kabar dalam beberapa waktu, sementara Tomi turut diamankan untuk menghindari hal yang kurang diinginkan. Saat itu, penulis setidaknya dapat menyaksikan secara langsung pemandangan langka diperhimpunan ini.

Pada saat bersamaan, ketua Panitia Vitalis Dambi bersama Pastor Moderator PMKRI Jayapura (penulis lupa namanya), dan rekan panitia lainnya mencoba menetralisir kondisi, namun demikian forum yang dikomandoi panitia ad-hoc belum bisa menerbitkan ketetapan atas pengesahan ketua terpilih. Dengan demikian, pesta demokrasi yang berakhir deadloc kali ini juga belum bisa memutuskan dua agenda sidang lainnya, yakni Penetapan tempat pelaksanaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PMKRI dan Kongres- Nasional XXV-MPA XXVI berikutnya. Karena tidak adanya kepastian dari panitia, sementara batas waktu penyelenggaraan Kongres dan MPA telah lewat, maka pada tanggal 27 November 2006 malam peserta di ungsikan di tempat penginapan di Wisma Bina. Tanggal 28 November 2006 pagi hingga siang, para peserta Kongres lantas pulang menuju tempat asal masing-masing. Sementara diantaranya, Tomi, PP Demisioner (beberapa diantaranya) masih tetap tinggal di Papua. Khusus delegasi cabang Pontianak, Sintang dan mempawah tepat pukul 14.00 WITA meluncur menuju Jakarta. Dua malam terdampar di Jakarta, kemudian tanggal 30 sore rombongan sudah sampai di tanah kelahiran, Bumi Khatulistiwa.

Untuk informasi kelanjutan dari MPA, penulis tidak mengikuti lebih lanjut sehingga catatan ini tidak bisa disampaikan secara lebih gamblang. Namun demikian, pasca deadlock-nya MPA di Papua, undangan MPA sempat dikeluarkan dalam dua versi masing-masing oleh Panitia Ad Hoc dan Panitia Kongres dan MPA cs (termasuk PP PMKRI demisioner). Dari undangan versi Ad Hoc kegiatan MPA lanjutan diteruskan di Jakarta dengan pertimbangan netralitas dan letak yang strategis. Sementara, undangan versi Panitia Kongres dan MPA, kegiatan tetap dilanjutkan di Papua dengan landasan Ketetapan sebelumnya (Saat di Manado) yang menggariskan penyelenggaraan Kongres dan MPA di Jayapura-Papua.

Namun demikian perlu diketahui beberapa keputusan saat MPA di Papua khusus cabang Pontianak (sebagaimana diusulkan) di tetapkan sebagai cabang pendamping kota jajakan Singkawang dan Landak. Sementara, informasi terakhir yang penulis ketahui bahwa berdasarkan hasil pelaksanaan sidang (lanjutan MPA) di Jakarta atas undangan panitia Ad Hoc menetapkan Cabang Jakarta Pusat sebagai tuan rumah Rapat Kerja Nasiona (Rakernas) dan Cabang Sintang (Kalbar) sebagai tuan rumah Kongres dan MPA tahun 2008 mendatang. Untuk undangan sidang MPA lanjutan versi Panitia, hingga saat ini belum ada kepastian. Kita berharap, apapun yang terjadi kiranya perhimpunan yang telah ada sejak puluhan tahun ini tetap eksis dan mampu melahirkan kader yang solid dan berkomitmen membesarkan perhimpunan. Pro ecclesia et patria...Semoga!!!

*) Penulis adalah Sekretaris jenderal PMKRI Cabang Pontianak 06/07

Tidak ada komentar: